BAB I
PENDAHULUAN
Manusia sebenarnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa
sebagai makhluk yang sadar. Kesadaran manusia itu dapay disimpulkan dari
kemampuannya untuk berpikir, berkehendak, dan merasa. Dengan pikirannya manusia
mendapatkan (ilmu) pengetahuan; dengan kehendaknya manusia mengarahkan
perilakunya; dan dengan perasaannya manusia dapat mencapai kesenangan. Sarana
untuk memelihara dan meningkatkan ilmu pengetahuan dinamakan logika, sedangkan
sarana-sarana untuk memelihara dan meningkatkan pola perilaku dan mutu kesenian,
disebut etika dan estetika. Apabila pembicaraan dibatasi pada logika, hal itu
merupakan ajaran yang menunjukkan bagaimana manusia berpikir secara tepat
dengan berpedoman pada ide kebenaran.
Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang tersusun
secara sistematis dengan penggunaaan kekuatan pemikiran, dimana pengetahuan
tersebut selalu diperiksa dan ditelaah dengan kritis. Tujuan ilmu pengetahuan
adalah untuk lebih mengetahui dan mendalami segala segi kehidupan. Pada
hakikatnya ilmu pengetahuan timbul karena adanya hasrat ingin tahu dalam diri
manusia. Hasrat ingin tahu tadi timbul karena banyak sekali aspek
kehidupan yang masih gelap bagi manusia
dan manusia ingin mengetahui kebenaran dan kegelapan tersebut. Sossiologi jelas
merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu
pengetahuan, yang ciri-ciri utamanya adalah sebagai berikut:
a.
Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu
pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal
sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b.
Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan
tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi.
Abstreksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis
serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat, sehingga
menjadi teori.
c.
Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa
teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti
memprbaiki, memperluas serta memperhalus teori-teori yang lama.
d.
Sosiologi bersifat nonetis, yakni yang dipersoalkan
bukanlah buruk-baiknya fakta tertentu, tetapi tujuannya adalah untuk
menjelaskan fakta tersebut secara analitis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Desa
Pengertian
desa dan perdesaan sering dikaitkan dengan pengertian village dan rural. Sering pula
dibandingkan dengan kota (town/city)
dan perkotaan (urban). Perdesaan (rural) menurut Wojowasito dan Poerwodarminto
(1972) diartikan seperti desa atau seperti di desa dan perkotaan (urban) diartikan seperti kota atau
seperti di kota.
Berdasarkan
batasan tersebut, perdesaan dan perkotaan mengacu kepada karakteristik
masyarakat, sedangkan desa dan kota merujuk pada suatu satuan wilayah
administrasi atau teritorial. Dalam kaitan ini suatu daerah perdesaan dapat
mencakup beberapa desa. Untuk lebih jelasnya mengenai definisi desa dapat kita
simak beberapa pandangan dari para ahli sebagamana yang dikemukakan berikut
ini.
1.
Ferdinand Tonnies, desa
merupakan tempat di mana masyarakat yang bersifat gemeinschaft yaitu
saling terikat oleh perasaan dan persatuan yang erat.
2.
Teer Haar, desa
adalah suatu kumpulan manusia yang tetap dan teratur dengan pemerintahan dan
kekayaan materil dan immateril sendiri.
3.
Boeke, desa
merupakan suatu masyarakat yang religius yang diikat oleh tradisi bersama para
warga penanam bahan makanan yang sedikit banyak mempunyai hubungan kebangsaan.
4. Soetardjo Kartohadikoesoemo, desa
adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang
berkuasa mengada-kan
pemerintahan sendiri.
5.
Bintaro, desa
merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi, sosial, ekonomi, politik, dan kultur
yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya
secara timbal balik dengan daerah lain.
6.
E.A. Mokodompit, desa
merupakan suatu kesatuan teritorial, kekerabatan, nilai, dan aktivitas dari
beberapa keluarga.
7.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan
pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah,
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B. Tipologi
Desa
1. Tipologi Desa Berdasarkan
Sistem Ikatan Kekerabatan
Berdasarkan
ciri-ciri fisik desa dalam sistem kehidupan
masyarakat, maka terbentuklan ikatan-ikatan kekerabatan di dalam wilayah
pemukiman penduduk. Setidaknya ada tiga sistem ikatan kekerabatan yang
membentuk tipe-tipe desa di Indonesia, yakni:
a.
Tipe Desa Geneologis,
Suatu desa
yang ditempati oleh sejumlah penduduk dimana masyarakatnya mempunyai ikatan
secara keturunan atau masih mempunyai hubungan pertalian darah. Desa yang
terbentuk secara geneologis dapat dibedakan atas tipe patrilineal, matrilineal,
dan campuran.
b.
Tipe Desa Teritorial,
Suatu desa
yang ditempati sejumlah penduduk atas dasar suka rela. Desa teritorial
terbentuk menjadi tempat pemukiman penduduk berdasarkan kepentingan bersama,
dengan demikian mereka tinggal di suatu desa yang menjadi suatu masyarakat
hukum dimana ikatan warganya didasarkan atas ikatan daerah, tempat atau wilayah
tertentu.
c. Tipe Desa Campuran,
Suatu desa
dimana penduduknya mempunyai ikatan keturunan dan wilayah. Dalam bentuk ini,
ikatan darah dan ikatan wilayah sama kuatnya.
2. Tipologi Desa Berdasarkan
Hamparan Tempat Tinggal
Berdasarkan hamparan tempat
tinggal, maka desa dapat
diklasifikasikan atas:
a.
Desa Pedalaman
Desa-desa
yang tersebar di berbagai pelosok yang jauh dari kehidupan kota. Suasana ideal desa
pedalaman pada umumnya lebih diwarnai dengan nuansa kedamaian, yaitu kehidupan
sederhana, sunyi, sepi dalam lingkungan alam yang bersahabat.
b. Desa Pegunungan
Desa Terdapat di daerah
pegunungan, Pemusatan tersebut didorong kegotongroyongan penduduknya.
Pertambahan penduduk memekarkan desa pegunungan itu ke segala arah, tanpa
rencana. Pusat- pusat kegiatan penduduk
bergeser mengikuti pemekaran desa.
c. Desa Dataran Tinggi
Desa yang
berada di daerah pegunungan. Permukiman penduduk di sini umumnya memanjang
sejajar dengan jalan raya yang menembus desa tsb. Jika desa mekar secara alami,
tanah pertanian di luar desa sepanjang jalan raya menjadi permukiman baru. Ada
kalanya pemekaran ke arah dalam ( di belakang perrmukiman lama ). Lalu dibuat jalan
raya mengelilingi desa ( ring road ) agar permukiman baru tak terpencil.
d. Desa Dataran Rendah
Desa yang
letaknya berada di dataran rendah dan mata pencaharian dari desa dataran rendah
biasanya bergantung pada sektor pertanian.
e. Desa Pesisir/ Pantai
Desa yang
berada di daerah pantai yang landai.
dapat tumbuh permukiman yang bermatapencarian di bidang perikanan,
perkebunan kelapa dan perdagangan. Perluasan desa pantai itu dengan cara
menyambung sepanjang pesisir, sampai bertemu dengan desa pantai lainnya.
Pusat-pusat kegiatan industri kecil ( perikanan, pertanian ) tetap
dipertahankan di dekat tempat tinggal semula.
3. Tipologi Desa Berdasarkan
Pola Pemukiman
1.
Menurut Paul
Landis (1948) pada dasarnya terdapat empat tipe desa pertanian:
a.
Farm Village Type,
Suatu desa dimana orang bermukim secara besama-sama dalam suatu tempat dengan sawah ladang yang berada di sekitar tempat
mereka. Tipe desa seperti ini banyak dijumpai di Asia Tenggara termasuk
Indonesia.
b.
Nebulous Farm Village Type,
Suatu desa dimana penduduknya bermukim bersama di suatu tempat, dan sebagian lainnya menyebar di luar pemukiman
tersebut bersama sawah ladangnya.
c.
Arranged Isolated Farm Type,
Suatu desa dimana penduduknya bermukim di sekitar jalan-jalan yang menghubungkan dengan pusat perdagangan (trade center) dan selebihnya adalah
sawah ladang mereka.
d.
Pure
isolated farm type,
Suatu desa di mana penduduknya bermukim secara tersebar bersama sawah ladang mereka masing-masing.
2.
Soekandar
Wiriaatmadja (1972) membagi pola pemukiman di pedesaan ke dalam empat pola,
yakni:
a.
Pola Permukiman Menyebar
Rumah-rumah para petani
tersebar berjauhan satu sama lain. Pola ini terjadi karena belum adanya
jalan-jalan besar, sedangkan orang-orang harus mengerjakan tanahnya secara
terus menerus. Dengan demikian, orang-orang tersebut terpaksa harus bertempat
tinggal di dalam lahan mereka.
b.
Pola Permukiman Memanjang
Bentuk pemukiman yang
terlentak di sepanjang jalan raya atau di sepanjang sungai, sedangkan tanah
pertaniannya berada di belakang rumahnya masing-masing.
c.
Pola Permukiman Berkumpul
Bentuk pemukiman di mana
rumah-rumah penduduk berkumpul dalam sebuah kampung, sedangkan tanah
pertaniannya berada di luar kampung.
d.
Pola Permukiman Melingkar
Bentuk pemukiman di mana
rumah-rumah penduduk melingkar mengikuti tepi jalan, sedangkan tanah
pertaniannya berada di belakangnya.
4. Tipologi Desa Berdasarkan
mata pencaharian
Tipe masyarakat desa berdasarkan mata
pencaharian pokok dapat diklasifikasikan dalam desa pertanian dan desa
industri.
a.
Desa Pertanian terdiri atas: 1) desa
pertanian dalam artian sempit yang meliputi: desa pertanian lahan basah dan
lahan kering. 2) desa dalam artian luas yang meliputi: desa perkebunan milik
rakyat, desa perkebunan milik swasta, desa nelayan tambak, desa nelayan laut,
dan desa peternakan.
b.
Desa Industri yang memproduksi alat
pertanian secara tradisional maupun modern.
5. Tipologi Desa Derdasarkan Kegiatannya
Tipe desa berdasarkan
kegiatannya dapat dikelompokan menjadi:
a. Desa Agrobisnis adalah desa yang berorentasi pada sektor
pertanian terutama pada sektor perdagangan produk hasil pertanian tersebut.
b. Desa Agroindustri adalah desa yang berorientasi pada sektor
pertanian terutama dalam bidang industri pertanian tersebut, baik dari segi
teknologi pertanian maupun yang lainnya
c. Desa Parawisata adalah desa yang berada di suatu daerah
pariwisata dan mata pencaharian serta keseharian dari masyarakat desa tersebut
sangat bergantung dari usaha yang mengandalkan sektor pariwisata dari desa
tersebut.
d. Desa non Pertanian adalah desa yang di dalam linkungan desa
tersebut tidak ada lagi terlaksana kegiatan pertanian, melainkan usaha usaha
yang dilakukan oleh masyarakat penduduk yang tinggal di desa tersebut yaitu
berusaha bekerja diluar sektor pertanian. Contohnya dengan berdagang.
6. Tipologi Desa Berdasarkan
Perkembangannya
Berdasarkan perkembangannya, tipe desa di
Indonesia terbagi atas empat tipe, yakni:
a.
Pra desa (Desa Tradisional)
Tipe desa semacam ini pada
umumnya dijumpai dalam kehidupan masyarakat adat terpencil, dimana seluruh
kehidupan masyarakatnya termasuk teknologi bercocok tanam, cara memelihara
kesehatan, cara makan dan sebagainya masih sangat tergantung pada alam
sekeliling mereka. Tipe desa seperti ini cenderung bersifat sporadis dan
sementara.
b. Desa Swadaya (Desa terbelakang)
Suatu wilayah desa dimana masyarakat sebagian besar
memenuhi kebutuhannya dengan cara
mengadakan sendiri. Desa ini umumnya terpencil dan masyarakatnya jarang berhubungan dengan masyarakat luar, sehingga
proses kemajuannya sangat lamban karena kurang berinteraksi dengan wilayah lain atau bahkan tidak sama
sekali.
Ciri-ciri desa
swadaya :
1) Daerahnya
terisolir dengan daerah lainnya.
2)
Penduduknya jarang.
3) Mata
pencaharian homogen yang bersifat agraris.
4) Bersifat
tertutup.
5)
Masyarakat memegang teguh adat.
6) Teknologi
masih rendah.
7) Sarana
dan prasarana sangat kurang.
8) Hubungan
antarmanusia sangat erat.
9)
Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga
c. Desa Swakarya (Desa sedang berkembang)
Keadaannya sudah lebih maju dibandingkan desa swadaya,
dimana masyarakatnya sudah mampu
menjual kelebihan hasil produksi ke daerah lain
disampinguntuk memenuhi kebutuhan sendiri. Interaksi sudah mulai nampak, walaupun intensitasnya belum terlalu
sering.
Ciri-ciri desa swakarya :
1) Adanya pengaruh dari luar sehingga mengakibatkan perubahan pola pikir.
2) Masyarakat sudah mulai terlepas dari adat.
3) Produktivitas mulai meningkat.
4) Sarana prasarana mulai meningkat.
5) Adanya pengaruh dari luar yang mengakibatkan perubahan cara berpikir.
d.
Desa Swasembada (Desa
maju)
Desa yang sudah mampu
mengembangkan semua potensi yang
dimiliki secara optimal.Hal ini ditandai dengan kemampuan masyarakatnyauntuk mengadakan interaksi
dengan masyarakat luar, melakukan tukar-menukar barang dengan wilayah lain (fungsi perdaganagan) dan kemampuan untuk saling mempengaruhi dengan penduduk di wilayah lain.darihasil interaksi tersebut, masyarakat dapat menyerap teknologi baruuntuk
memanfaatkan sumberdayanya sehingga
proses pembangunan berjalandengan
baik.
ciri-ciri desa swasembada adalah berikut :
1) Hubungan antarmanusia bersifat rasional.
2) Mata pencaharian homogen.
3) Teknologi dan pendidikan tinggi.
4) Produktifitas tinggi.
5) Terlepas dari adat.
6) Sarana dan prasarana lengkap dan modern
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri
sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan, yang
ciri-ciri utamanya adalah sebagai berikut:
a.
Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu
pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal
sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b.
Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan
tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi.
Abstreksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis
serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat, sehingga
menjadi teori.
c.
Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa
teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti
memprbaiki, memperluas serta memperhalus teori-teori yang lama.
d.
Sosiologi bersifat nonetis, yakni yang dipersoalkan
bukanlah buruk-baiknya fakta tertentu, tetapi tujuannya adalah untuk
menjelaskan fakta tersebut secara analitis.
2. Saran
Semoga dalam pembahasan makalah
diatas dapat memberikan sedikit penjelasan dalam langkah kita untuk memahami
sosiologi pedesaan sehingga bisa menerapkan langkah yang lebih baik dalam
meningkatkan kesejahteraan desa untuk keberlangsungan hidup yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar