Jumat, 29 Maret 2013

TIPOLOGI PEDESAAN



BAB I
PENDAHULUAN

Manusia sebenarnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sadar. Kesadaran manusia itu dapay disimpulkan dari kemampuannya untuk berpikir, berkehendak, dan merasa. Dengan pikirannya manusia mendapatkan (ilmu) pengetahuan; dengan kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya; dan dengan perasaannya manusia dapat mencapai kesenangan. Sarana untuk memelihara dan meningkatkan ilmu pengetahuan dinamakan logika, sedangkan sarana-sarana untuk memelihara dan meningkatkan pola perilaku dan mutu kesenian, disebut etika dan estetika. Apabila pembicaraan dibatasi pada logika, hal itu merupakan ajaran yang menunjukkan bagaimana manusia berpikir secara tepat dengan berpedoman pada ide kebenaran. 

Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan penggunaaan kekuatan pemikiran, dimana pengetahuan tersebut selalu diperiksa dan ditelaah dengan kritis. Tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk lebih mengetahui dan mendalami segala segi kehidupan. Pada hakikatnya ilmu pengetahuan timbul karena adanya hasrat ingin tahu dalam diri manusia. Hasrat ingin tahu tadi timbul karena banyak sekali aspek kehidupan  yang masih gelap bagi manusia dan manusia ingin mengetahui kebenaran dan kegelapan tersebut. Sossiologi jelas merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan, yang ciri-ciri utamanya adalah sebagai berikut:
a.       Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b.      Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstreksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat, sehingga menjadi teori.
c.       Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memprbaiki, memperluas serta memperhalus teori-teori yang lama.
d.      Sosiologi bersifat nonetis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-baiknya fakta tertentu, tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Desa

Pengertian desa dan perdesaan sering dikaitkan dengan pengertian village dan rural. Sering pula dibandingkan dengan kota (town/city) dan perkotaan (urban). Perdesaan (rural) menurut Wojowasito dan Poerwodarminto (1972) diartikan seperti desa atau seperti di desa dan perkotaan (urban) diartikan seperti kota atau seperti di kota.

Berdasarkan batasan tersebut, perdesaan dan perkotaan mengacu kepada karakteristik masyarakat, sedangkan desa dan kota merujuk pada suatu satuan wilayah administrasi atau teritorial. Dalam kaitan ini suatu daerah perdesaan dapat mencakup beberapa desa. Untuk lebih jelasnya mengenai definisi desa dapat kita simak beberapa pandangan dari para ahli sebagamana yang dikemukakan berikut ini.
       1.   Ferdinand Tonnies, desa merupakan tempat di mana masyarakat yang bersifat gemeinschaft yaitu saling terikat oleh perasaan dan persatuan yang erat.
       2.    Teer Haar, desa adalah suatu kumpulan manusia yang tetap dan teratur dengan pemerintahan dan kekayaan materil dan immateril sendiri.
       3.    Boeke, desa merupakan suatu masyarakat yang religius yang diikat oleh tradisi bersama para warga penanam bahan makanan yang sedikit banyak mempunyai hubungan kebangsaan.
       4.  Soetardjo Kartohadikoesoemo, desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengada-kan pemerintahan sendiri.
       5.   Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi, sosial, ekonomi, politik, dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
       6.    E.A. Mokodompit, desa merupakan suatu kesatuan teritorial, kekerabatan, nilai, dan aktivitas dari beberapa keluarga.
       7.   Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


B.     Tipologi Desa
1.   Tipologi Desa Berdasarkan Sistem Ikatan Kekerabatan
Berdasarkan ciri-ciri fisik desa dalam sistem kehidupan masyarakat, maka terbentuklan ikatan-ikatan kekerabatan di dalam wilayah pemukiman penduduk. Setidaknya ada tiga sistem ikatan kekerabatan yang membentuk tipe-tipe desa di Indonesia, yakni:



a.      Tipe Desa Geneologis,
Suatu desa yang ditempati oleh sejumlah penduduk dimana masyarakatnya mempunyai ikatan secara keturunan atau masih mempunyai hubungan pertalian darah. Desa yang terbentuk secara geneologis dapat dibedakan atas tipe patrilineal, matrilineal, dan campuran.

b.      Tipe Desa Teritorial,
Suatu desa yang ditempati sejumlah penduduk atas dasar suka rela. Desa teritorial terbentuk menjadi tempat pemukiman penduduk berdasarkan kepentingan bersama, dengan demikian mereka tinggal di suatu desa yang menjadi suatu masyarakat hukum dimana ikatan warganya didasarkan atas ikatan daerah, tempat atau wilayah tertentu.

c.       Tipe Desa Campuran,
Suatu desa dimana penduduknya mempunyai ikatan keturunan dan wilayah. Dalam bentuk ini, ikatan darah dan ikatan wilayah sama kuatnya.

2.   Tipologi Desa Berdasarkan Hamparan Tempat Tinggal
Berdasarkan hamparan tempat tinggal, maka desa dapat diklasifikasikan atas:

a.      Desa Pedalaman
Desa-desa yang tersebar di berbagai pelosok yang jauh dari kehidupan kota. Suasana ideal desa pedalaman pada umumnya lebih diwarnai dengan nuansa kedamaian, yaitu kehidupan sederhana, sunyi, sepi dalam lingkungan alam yang bersahabat.

b.  Desa Pegunungan
Desa Terdapat di daerah pegunungan,  Pemusatan tersebut  didorong kegotongroyongan penduduknya. Pertambahan penduduk memekarkan desa pegunungan itu ke segala arah, tanpa rencana. Pusat- pusat  kegiatan penduduk bergeser mengikuti pemekaran desa.

c.  Desa Dataran Tinggi
Desa yang berada di daerah pegunungan. Permukiman penduduk di sini umumnya memanjang sejajar dengan jalan raya yang menembus desa tsb. Jika desa mekar secara alami, tanah pertanian di luar desa sepanjang jalan raya menjadi permukiman baru. Ada kalanya pemekaran ke arah dalam ( di belakang perrmukiman lama ). Lalu dibuat jalan raya mengelilingi desa ( ring road ) agar permukiman baru tak terpencil.

d.  Desa Dataran Rendah
Desa yang letaknya berada di dataran rendah dan mata pencaharian dari desa dataran rendah biasanya bergantung pada sektor pertanian.


e.  Desa Pesisir/ Pantai
Desa yang berada di daerah pantai yang landai.  dapat tumbuh permukiman yang bermatapencarian di bidang perikanan, perkebunan kelapa dan perdagangan. Perluasan desa pantai itu dengan cara menyambung sepanjang pesisir, sampai bertemu dengan desa pantai lainnya. Pusat-pusat kegiatan industri kecil ( perikanan, pertanian ) tetap dipertahankan di dekat tempat tinggal semula.

3.   Tipologi Desa Berdasarkan Pola Pemukiman
1.      Menurut Paul Landis (1948) pada dasarnya terdapat empat tipe desa pertanian:

a.         Farm Village Type,
Suatu desa dimana orang bermukim secara besama-sama dalam suatu tempat dengan sawah ladang yang berada di sekitar tempat mereka. Tipe desa seperti ini banyak dijumpai di Asia Tenggara termasuk Indonesia.

b.        Nebulous Farm Village Type,
Suatu desa dimana penduduknya bermukim bersama di suatu tempat, dan sebagian lainnya menyebar di luar pemukiman tersebut bersama sawah ladangnya.

c.         Arranged Isolated Farm Type,
Suatu desa dimana penduduknya bermukim di sekitar jalan-jalan yang menghubungkan dengan pusat perdagangan (trade center) dan selebihnya adalah sawah ladang mereka.

d.        Pure isolated farm type,
Suatu desa di mana penduduknya bermukim secara tersebar bersama sawah ladang mereka masing-masing.

2.      Soekandar Wiriaatmadja (1972) membagi pola pemukiman di pedesaan ke dalam empat pola, yakni:

a.      Pola Permukiman Menyebar
Rumah-rumah para petani tersebar berjauhan satu sama lain. Pola ini terjadi karena belum adanya jalan-jalan besar, sedangkan orang-orang harus mengerjakan tanahnya secara terus menerus. Dengan demikian, orang-orang tersebut terpaksa harus bertempat tinggal di dalam lahan mereka.

b.      Pola Permukiman Memanjang
Bentuk pemukiman yang terlentak di sepanjang jalan raya atau di sepanjang sungai, sedangkan tanah pertaniannya berada di belakang rumahnya masing-masing.



c.       Pola Permukiman Berkumpul
Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah penduduk berkumpul dalam sebuah kampung, sedangkan tanah pertaniannya berada di luar kampung.

d.     Pola Permukiman Melingkar
Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah penduduk melingkar mengikuti tepi jalan, sedangkan tanah pertaniannya berada di belakangnya.

4.   Tipologi Desa Berdasarkan mata pencaharian
Tipe masyarakat desa berdasarkan mata pencaharian pokok dapat diklasifikasikan dalam desa pertanian dan desa industri.

a.      Desa Pertanian terdiri atas: 1) desa pertanian dalam artian sempit yang meliputi: desa pertanian lahan basah dan lahan kering. 2) desa dalam artian luas yang meliputi: desa perkebunan milik rakyat, desa perkebunan milik swasta, desa nelayan tambak, desa nelayan laut, dan desa peternakan.
b.      Desa Industri yang memproduksi alat pertanian secara tradisional maupun modern.

5.  Tipologi Desa Derdasarkan Kegiatannya
Tipe desa berdasarkan kegiatannya dapat dikelompokan menjadi:
  
a.   Desa Agrobisnis adalah desa yang berorentasi pada sektor pertanian terutama pada sektor perdagangan produk hasil pertanian tersebut.
  
b.  Desa Agroindustri adalah desa yang berorientasi pada sektor pertanian terutama dalam bidang industri pertanian tersebut, baik dari segi teknologi pertanian maupun yang lainnya
  
c.  Desa Parawisata adalah desa yang berada di suatu daerah pariwisata dan mata pencaharian serta keseharian dari masyarakat desa tersebut sangat bergantung dari usaha yang mengandalkan sektor pariwisata dari desa tersebut.
  
d.   Desa non Pertanian adalah desa yang di dalam linkungan desa tersebut tidak ada lagi terlaksana kegiatan pertanian, melainkan usaha usaha yang dilakukan oleh masyarakat penduduk yang tinggal di desa tersebut yaitu berusaha bekerja diluar sektor pertanian. Contohnya dengan berdagang.

6.   Tipologi Desa Berdasarkan Perkembangannya
Berdasarkan perkembangannya, tipe desa di Indonesia terbagi atas empat tipe, yakni:

a.      Pra desa (Desa Tradisional)
Tipe desa semacam ini pada umumnya dijumpai dalam kehidupan masyarakat adat terpencil, dimana seluruh kehidupan masyarakatnya termasuk teknologi bercocok tanam, cara memelihara kesehatan, cara makan dan sebagainya masih sangat tergantung pada alam sekeliling mereka. Tipe desa seperti ini cenderung bersifat sporadis dan sementara.

b.  Desa Swadaya  (Desa terbelakang)
Suatu wilayah desa dimana masyarakat sebagian besar memenuhi  kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri. Desa ini umumnya terpencil dan masyarakatnya jarang  berhubungan dengan masyarakat luar, sehingga proses kemajuannya sangat lamban karena kurang berinteraksi  dengan wilayah lain atau bahkan tidak sama sekali.
   Ciri-ciri desa swadaya :
1) Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya.
2) Penduduknya jarang.
3) Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris.
4) Bersifat tertutup.
5) Masyarakat memegang teguh adat.
6) Teknologi masih rendah.
7) Sarana dan prasarana sangat kurang.
8) Hubungan antarmanusia sangat erat.
9) Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga

c. Desa Swakarya (Desa sedang berkembang)
Keadaannya sudah lebih maju dibandingkan desa   swadaya, dimana  masyarakatnya sudah mampu menjual kelebihan hasil produksi ke daerah lain  disampinguntuk memenuhi  kebutuhan sendiri. Interaksi sudah mulai nampak, walaupun intensitasnya belum terlalu sering.
Ciri-ciri desa swakarya :
1) Adanya pengaruh dari luar sehingga mengakibatkan perubahan pola pikir.
2) Masyarakat sudah mulai terlepas dari adat.
3) Produktivitas mulai meningkat.
4) Sarana prasarana mulai meningkat.
5) Adanya pengaruh dari luar yang mengakibatkan perubahan cara berpikir.

d. Desa Swasembada  (Desa maju)
Desa yang sudah mampu mengembangkan semua potensi yang dimiliki secara optimal.Hal ini ditandai dengan kemampuan masyarakatnyauntuk mengadakan interaksi dengan masyarakat luar, melakukan tukar-menukar barang dengan wilayah lain (fungsi perdaganagan) dan kemampuan untuk saling  mempengaruhi dengan penduduk di wilayah lain.darihasil interaksi tersebut, masyarakat dapat menyerap teknologi  baruuntuk memanfaatkan sumberdayanya sehingga proses pembangunan berjalandengan baik.
ciri-ciri desa swasembada adalah berikut :
1) Hubungan antarmanusia bersifat rasional.
2) Mata pencaharian homogen.
3) Teknologi dan pendidikan tinggi.
4) Produktifitas tinggi.
5) Terlepas dari adat.
6) Sarana dan prasarana lengkap dan modern

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
           
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan, yang ciri-ciri utamanya adalah sebagai berikut:
a.       Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b.      Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstreksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat, sehingga menjadi teori.
c.       Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memprbaiki, memperluas serta memperhalus teori-teori yang lama.
d.      Sosiologi bersifat nonetis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-baiknya fakta tertentu, tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.

2. Saran
           
            Semoga dalam pembahasan makalah diatas dapat memberikan sedikit penjelasan dalam langkah kita untuk memahami sosiologi pedesaan sehingga bisa menerapkan langkah yang lebih baik dalam meningkatkan kesejahteraan desa untuk keberlangsungan hidup yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar