Jumat, 30 November 2012

sistem pertanian organik di Indonesia


A. LATAR BELAKANG PERTANIAN ORGANIK
Revolusi Hijau ( Green Revolution ) yang dicanangkan pada tahun 1970-an telah mengubah wajah pertanian, tidak saja di Indonesia, tetapi juga diseluh dunia, terutama di negara-negara dunia ketiga. Perubahan yang nyata adalah bergesernya prakti budidaya tanaman dari praktik budidaya secara tradisional menjadi praktik budidaya yang modern atau semimodern yangdicirikan oleh maraknya pemakaian input dan intensifnya eksploitasi lahan. Hal ini merupakan konsekuensi dari penanaman varietas-varietas yang unggul yang responsif terhadap penggunaan pestisida dan herbisida dengan tujuan untuk meningkatkan produksi guna memenuhi kebutuhan pangan yang dirasakan kian mendesak. Berubahnya wajahnpertanian ini ternyata diikuti oleh berubahnya lahan pertanian kita yang makin hari makin menjadi kritis sebagai dampak negatif dari pengguna pupuk anorganik, peptisida dan herbisidaserta tindak agronomi yang intensif dalam jangka panjang.
Dalam satu abad terakhir jumlah penduduk dunia meningkat secar  eksponensial dan diperkirakan mencapai 8,3 miliar menjelang tahun 2025, sebelum (mudah-mudahan.......!) menjadi stabil pada angka 11 miliar pada akhir abad ke-21.
Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan lahan untuk pemukiman dan aktivitas industri juga meningkat, sehingga memaksa manusia berusaha tani pada lahan2 marginal. Sementara dipihak lain, kebutuhan akan bahan sandangdan pangan harus dapat dipenuhi melalui peningkatan hasil panen. Guna memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk dunia yang diproyeksikan terus meningkat ini, produksi rata-rata tanaman serelia harus meningkat setidaknya 80 persen hingga tahun 2025.









B.   PENGERTIAN PERTANIAN ORGANIK
Menurut system standarisasi Indonesia, SNI 01 – 6792 – 2002, definisi dari pertanian organik adalah suatu system manajemen produksi yang holistic yangmeningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragamanhayati, siklus biologi, dan aktifitas biologi tanah.Jika diuraikan dari definisi tersebut diatas, bisa kita jadikan sebagai pondasi dasar  pemahaman tentang pertanian organik bahwa pertanian organik merupakan suatu system budidaya yang dilaksanakan secara terpadu dengan bersandar kepada pengembangankesehatan faktor – faktor yang berperan dalam pelaksanaan pertanian itu sendiri mulaidari keragaman hayati, menunjang berjalannya siklus biologi secara aman dan wajar serta ditunjang oleh upaya memberdayakan  aktifitas biologi tanah dengan tujuan untuk meningkatkan produksi pertanian.
Selain hal tersebut diatas, pertanian organik berpijak pada pemahaman yang mendasar bahwa untuk meningkatkan jumlah produksi pertanian haruslah dilaksanakan suatu pola pertanian yang mandiri dan merdeka dari ketergantungan terhadap faktor  produksi dari luar seperti racun kimia buatan dan pupuk kimia buatan. Hal ini semata – mata disebabkan oleh tidak berdayanya pelaku pertanian, atau PETANI, dalam menghadapi berbagai hambatan yang ditimbulkan oleh factor produksi dari luar ini karena petani membiasakan diri menggunakan berbagai macam penunjang produksi yang dikemas dan dijual di pasaran. Jadi, secara harfiah jika dijelaskan maka pertanian organik adalah suatu system pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan menjauhkan petani dari ketergantungan terhadap pihak luar dan meningkatkan produksi dengan jalan memberdayakan potensi lokal yang ada di lingkungan petani dengan tetap bersandar kepada berlangsungnya keragaman hayati dan siklus biologi lingkungan.







C.   PRINSIP DASAR BERCOCOK TANAM SECARA ORGANIK
Pertanian organik (organic farming) awalnya berkembang di kota Paris, Prancis. Ide diciptakannya sistem pertanian ini timbul dari banyaknya kotoran kuda yang terdapat didalam kota, yang perlu ditangani secara serius unuk tujuan kebersihan dan kesehatan. Dari tumpukan kotoran kuda yang tebalnya sekitar 50 cm diusahakan tanaman secara intensif. Selanjutnya, sisten ini diintroduksikan ke Australia dan Amerika, dimana dalam pengembangannya jumlah pupuk kandang dikurangi, namun memasukkanunsur pengerjaan tanah secar intensif dan penggunaan tanaman hidup dalam tanaman ganda sebagai mulsa hidup serta pengunaan kompos.
Dari pengamat penulis sewaktu berada di Melbourne, Australia, terlihat behwa harga produk-produk hortikultura (terutama sayuran segar) yang dihasilkan dari kabun organik (organic garden) lebih mahal dibandingkan dengan yang dihasikan dari kebun biasa. Hal ini tidak berarti karena biaya produksinya yang tinggi, tetapi lebih disebabkan oleh apresiasi masyarakat terhdap produk-produk pertanian yang aman bagi kesehatandan akrab lingkungan, sehingga mereka yang mengerti mau membayar lebih mahal. Sementara itu d,pihak petani, karena produk mereka laku di pasaran dengan harga yang memuaskan maka motifasi untuk mengusahakan pertanian organik tetap tinggi.
Prinsip dasar sistem pertanian organik adalah pengunaan bahan-bahan organik pada setiap tahapan budidaya, dan menjaga keselarasan /keharmonisan atau intra-relasi diantara komponen ekosistem (manusia,hewan,tanaman, dan sumber daya alam) secara bersinambungan dan lestari.

            



CIRI-CIRI PERTANIAN ORGANIK
Dari uraian diatas, maka bisa kita simpulkan berbagai hal yang merupakan ciri – ciri dari pertanian organik. Antara lain :
1.      Menyuarakan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi berkesinambungan
2.Aspek alamiah dan kondisi lingkungan sekitar merupakan sumber penunjang produksi yang utama
3.Mengurangi penggunaan bahan penunjang dari luar 
4.Rotasi tanaman
5.
System budidaya secara tumpang sari atau polikultur
 6.Pengendalian OPT secara biologis
7.Varietas tanaman yang resisten
8. Pengendalian erosi
9.
Pengelolaan air 
10. Daur ulang nutrisi atau unsur hara dari dalam tanah.












D.  PUPUK ALAMI SEBAGAI PENGGANTI PUPUK BUATAN
Tejah diketahui kecepatan perombakan bahan –bahan organik di daerah tropis, berlansung lebih cepat daripada didaerah subtropis. Oleh karena itu, dikawasan tropis seringkali terjadi kekurangan bahan organik tanah, sedangkan didaerah subtropis terjadi peningkatan kandungan bahan organik tanah yang berasal dari sisa-sisa tanaman. Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi tidak memerlukan penambahan bahan organikdari luar.
Indonesia, yang merupakan negara tropis, menghadapi permasalahan kemunduran kandungan bahan organik ini sejak pertengahan dekade 1960-an. Kondisi ini makin diperburuk seiring dengan diterapkannya pertanian kimiawi sejak dicanangkanya Revolusi Hijau pada tahun 1970-an dan praktik pembukuanlahan dengan cara pembakaran seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini. Padahal, apabila kandungan bahan organik di dalam tanah tinggi, maka efisiensi penggunaan pupuk anorganik juga akan tinggi, sehingga pemakaian pupuk anorganik dapat dikurangi atau bahkan tidak ada sama sekali. Hal ini tentu saja berdampak pada berkurangnya biaya produksi tanpa mengurangi volume hasil, sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimiawi yang berlebihan.
Pemakaian pupuk organik hanya terbatas pada tanman sayuran, sedangka untuk tanaman pangan dan palawija pemakaian pupuk organik masih sangat terbatas. Bahkan pada tanaman perkebunan, pemakaian pupuk organik dapat dikatakan hampir tidak ada, kecuali pada stadium bibit. Oleh karena itu, pemakaian pupuk orgsnik perlu ditingkatkan dan mendapat prioritas tidak hanya untuk meningkatakan kesuburan tanah, tetapi juga untuk membantu menciptakan agroekosistem yang berkesinambungan dan aman bagi kesehatan manusia. Macam-macan pupuk organik yang dikenal adalah pupuk hijau, pupuk kandang kompos dan pupuk hayati.
1.      Pupuk Hijau
Yang dimaksud dengan pupuk hijau adalah tanaman-tanaman yang ditanam dengan tujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah karena tanaman tersebut bersimbiosis dengan mikroorganisme, seperti bakteri Rhizobium, yang memiliki kemampuan untuk mengikat nitrogen bebas (N2) dari udara. Pupuk  hijau pada umumnya digunakan pada pengusahaan tanama semusim, seperti sayuran, palawija, dan tanaman pangan. Tanaman pupuk hijau dapat ditanam setelah tanaman umum dipanen untuk meningkatkan kesuburan tanah pada musim  tanam berikutnya. Pada arel tanaman tahunan, penggunaan tanaman pupuk hijau adalah pada saat tanaman utama masih berumur muda dimana cahaya matahari masih dapat jatuh ke permukaan tanah di antara barisan tanaman. Jenis tanaman pupuk hijau pada umumnya dari kelompok tanaman legum (Fabaceae) separti Centrosema pubescens dan Calopogonium mucunoides.

                     

2.    Pupuk Kandang
Pupuk kandanag merupakan kotoran padat dan cair dari hewan ternak, baik ternak ruminansia, maupun ternak unggas. Sebenarnya, keunggulan pupuk kandang tidak terletak pada kandungan unsur hara karena sesungguhnya pupuk kandang memiliki kandungan hara yang rendah. Kelebihan pupuk kandang dapat meningkatkan humus, memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kahidupan mikroorganisme pengurai.
Sebelum digunakan, pupuk kandang hendaknya “dimasak” terlebih dahulu, yaitu dibiarkan dihamparan sampai amoniaknya hilang dan memiliki kadar air yang memadai ( tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah). Karena umumnya pupuk kandang bereaksi masam maka dapat dicampur dengan dolomit (kapur) sesuai kebutuhan untuk menetralkan pH.
                       


3.    Kompos
Kompos adalah bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman, hewan, dan ilain-lain yang diperlakukan sedemikian rupa sehingga terurai menjadi bahan dengan rasio C : N kurang dari1,5 sehingga dapat digunakan untuk memupuk tanaman. Struktur bahan kompos hendaknya tidak terlalu kasar, sebaiknya bahan-bahan seperti jerami, sisa-sisa pangkasan dan pupuk hijau dipotong-potong agar berukuran lebih kecil.

            

4.    Pupuk Hayati
Pupuk hayati atau biofertilizer adalah semua bentuk bahan organik yang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman sebagai akibat dari aktivitas mikroorganisme didalamnya. Pupuk hayati mengandung mikroorganisme hidup (Laten) penambat N2, pelerut fospat, selulotik, dan sebagainya yang diberikan pada benih, tanah atau areal pengomposan untuk meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme.

                




E.   PROSPEK PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA
Penerapan sistem pertanian organik pada umumnya masih terbatas pada produk sayur-sayuran. Hal ini disebabkan siklus hidup tanaman sayuran yang relatif singkat sehingga aplikasi pertanian organik lebih nyata  hasilnya dibandingkan dengan tanaman lain, khusunya tanaman tahunan.
Indonesia beriklim tropis dengan topografi yang beragam, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, memungkinkan budidaya beragan sayur-sayuran, seperti sayuran daun, batang, buah, dan umbi. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian organik di Indonesia memiliki prospek yang baik karena peluang aplikasi yang cukup besar. Selain itu, kesadaran masyarakat akan lingkungan yang bersih dan aman serta pemahaman akan hidup sehat yang makin meningkat merupakan dasar yang baik bagi pengembangan produk yang aman dan sehat untuk dikonsumsi. Secara morfologi, sayuran organik memiliki penampilan yang lebih alami dengan rasa yang lebih enak, renyah, halus dan kurang berserat.

F.    KENDALA SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA
Meskipun berbagai sistem pertanian organik telah banyak ditemukan dan dikembangkan, tetap saja dalam penerapannya di Indonesia menghadapi hambatan. Sebagai konsekuensinya, tingkat keberhasilan sistem pertanian organik masih belum mampu mangimbangi tingkat kemunduran lahan itu sendiri. Beberapa kendala yang teridentifikasi adalah:
1.             Keadaan lahan yang kurang mendukung karena:
Ø  Kondisi tanah berupa lahan kering yang lebih mudah terdegradasi dibandingkan lahan basah;
Ø  Permukaan lahan yang bergelombang atau berupa lerengan dengan curah hujan yang tinggi yang menyebabkan tingginya tingkat erodibilitas;
Ø  Suhu daerah tropis yang tinggi menyebabkan cepatnya proses dekomposisi bahan organik di dalam tanah.
2.             Kondisi sosial ekonomi petani yang masih sangat terbatas yang dicirikan oleh:
Ø  Tingkat pendidikan umumnya mash rendah;
Ø  Luas kepemilikan lahan yang relatif sempit;
Ø  Rendahnya tingkat pendapatan sehingga mempersulit inovasi teknologi baru.
3.             Potensi sumber daya fosil yang besar yang memacu berdirinya pabrik-pabrik pupuk dan pestisida anorganik.
4.             Kebijakan pemerintah yang mendahulukan peningkatan produksi melalui intensifikasi dengan mengabaikan dampaknya terhadap kesuburan lahan untuk jangka panjang.
Kesadaran masyarakat atas kekeliruan dalam penerapan kebijakan Revolusi Hijau untuk jangka panjang memang telah memicu bagi lahirnya berbagai alternatifbercorak tanam yang dinilai menguntungkan dari segala aspek. Meskipun demikian, pertanian organik yang dikumandangkan sejak sepuluh tahun terakhir masih diharapkan kepada berbagai kendala, terutama bagi kawasan beriklim tropis seperti Indonesia. Hakikat dari pertanian organik sebenarnya telah diterapkan sejak pertama kali manusia mengenal pertanian (mulai menetap), di manan masyarakat petani sama sekali belum  mengenal berbagai bahan kimia untuk meningkatkan produksi pertanian. Kini, disaat kesadaran akan kekeliruan itu timbul, masyarakat kembali menggali potensi pertanian organik  yang selama ini terabaikan. Oleh karena itu, sesungguhnya pertanian organik bukanlah sesuatu yang baru, namun kondisi sosial ekonomi petani, perkembangan teknologi, dan keadan agroekoteknologi yang ada hari ini menyebabkan kita harus senantiasa mencari inovasi-inovasi baru, sehingga pertanian organik muncul sebagai suatu “paradigma baru” dalam berusaha tani.
















G.  Pertanian Organik Modern
Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.
Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.
Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:
a)     Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri
            Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
b)    Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri
 sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.
Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan. Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang
diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.















DAFTAR PUSTAKA
Zulkarnain. 2010. Dasar – Dasar Hortikultural: Pertanian Organik. Jakarta : Bumi Aksara
Manuwoto. 2009. Sistem Pertanian di Indonesia. Http://makhey.blogspot.com/2009/09/sistem-pertanian-di-indonesia
Sugito, Y., Y. Nuraini dan E. Nihayati. 1993. Sistem Pertanian Organik . FakultasPertanian Universitas Brawijaya. Malang

sistem pertanian organik di Indonesia


A. LATAR BELAKANG PERTANIAN ORGANIK
Revolusi Hijau ( Green Revolution ) yang dicanangkan pada tahun 1970-an telah mengubah wajah pertanian, tidak saja di Indonesia, tetapi juga diseluh dunia, terutama di negara-negara dunia ketiga. Perubahan yang nyata adalah bergesernya prakti budidaya tanaman dari praktik budidaya secara tradisional menjadi praktik budidaya yang modern atau semimodern yangdicirikan oleh maraknya pemakaian input dan intensifnya eksploitasi lahan. Hal ini merupakan konsekuensi dari penanaman varietas-varietas yang unggul yang responsif terhadap penggunaan pestisida dan herbisida dengan tujuan untuk meningkatkan produksi guna memenuhi kebutuhan pangan yang dirasakan kian mendesak. Berubahnya wajahnpertanian ini ternyata diikuti oleh berubahnya lahan pertanian kita yang makin hari makin menjadi kritis sebagai dampak negatif dari pengguna pupuk anorganik, peptisida dan herbisidaserta tindak agronomi yang intensif dalam jangka panjang.
Dalam satu abad terakhir jumlah penduduk dunia meningkat secar  eksponensial dan diperkirakan mencapai 8,3 miliar menjelang tahun 2025, sebelum (mudah-mudahan.......!) menjadi stabil pada angka 11 miliar pada akhir abad ke-21.
Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan lahan untuk pemukiman dan aktivitas industri juga meningkat, sehingga memaksa manusia berusaha tani pada lahan2 marginal. Sementara dipihak lain, kebutuhan akan bahan sandangdan pangan harus dapat dipenuhi melalui peningkatan hasil panen. Guna memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk dunia yang diproyeksikan terus meningkat ini, produksi rata-rata tanaman serelia harus meningkat setidaknya 80 persen hingga tahun 2025.









B.   PENGERTIAN PERTANIAN ORGANIK
Menurut system standarisasi Indonesia, SNI 01 – 6792 – 2002, definisi dari pertanian organik adalah suatu system manajemen produksi yang holistic yangmeningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragamanhayati, siklus biologi, dan aktifitas biologi tanah.Jika diuraikan dari definisi tersebut diatas, bisa kita jadikan sebagai pondasi dasar  pemahaman tentang pertanian organik bahwa pertanian organik merupakan suatu system budidaya yang dilaksanakan secara terpadu dengan bersandar kepada pengembangankesehatan faktor – faktor yang berperan dalam pelaksanaan pertanian itu sendiri mulaidari keragaman hayati, menunjang berjalannya siklus biologi secara aman dan wajar serta ditunjang oleh upaya memberdayakan  aktifitas biologi tanah dengan tujuan untuk meningkatkan produksi pertanian.
Selain hal tersebut diatas, pertanian organik berpijak pada pemahaman yang mendasar bahwa untuk meningkatkan jumlah produksi pertanian haruslah dilaksanakan suatu pola pertanian yang mandiri dan merdeka dari ketergantungan terhadap faktor  produksi dari luar seperti racun kimia buatan dan pupuk kimia buatan. Hal ini semata – mata disebabkan oleh tidak berdayanya pelaku pertanian, atau PETANI, dalam menghadapi berbagai hambatan yang ditimbulkan oleh factor produksi dari luar ini karena petani membiasakan diri menggunakan berbagai macam penunjang produksi yang dikemas dan dijual di pasaran. Jadi, secara harfiah jika dijelaskan maka pertanian organik adalah suatu system pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan menjauhkan petani dari ketergantungan terhadap pihak luar dan meningkatkan produksi dengan jalan memberdayakan potensi lokal yang ada di lingkungan petani dengan tetap bersandar kepada berlangsungnya keragaman hayati dan siklus biologi lingkungan.







C.   PRINSIP DASAR BERCOCOK TANAM SECARA ORGANIK
Pertanian organik (organic farming) awalnya berkembang di kota Paris, Prancis. Ide diciptakannya sistem pertanian ini timbul dari banyaknya kotoran kuda yang terdapat didalam kota, yang perlu ditangani secara serius unuk tujuan kebersihan dan kesehatan. Dari tumpukan kotoran kuda yang tebalnya sekitar 50 cm diusahakan tanaman secara intensif. Selanjutnya, sisten ini diintroduksikan ke Australia dan Amerika, dimana dalam pengembangannya jumlah pupuk kandang dikurangi, namun memasukkanunsur pengerjaan tanah secar intensif dan penggunaan tanaman hidup dalam tanaman ganda sebagai mulsa hidup serta pengunaan kompos.
Dari pengamat penulis sewaktu berada di Melbourne, Australia, terlihat behwa harga produk-produk hortikultura (terutama sayuran segar) yang dihasilkan dari kabun organik (organic garden) lebih mahal dibandingkan dengan yang dihasikan dari kebun biasa. Hal ini tidak berarti karena biaya produksinya yang tinggi, tetapi lebih disebabkan oleh apresiasi masyarakat terhdap produk-produk pertanian yang aman bagi kesehatandan akrab lingkungan, sehingga mereka yang mengerti mau membayar lebih mahal. Sementara itu d,pihak petani, karena produk mereka laku di pasaran dengan harga yang memuaskan maka motifasi untuk mengusahakan pertanian organik tetap tinggi.
Prinsip dasar sistem pertanian organik adalah pengunaan bahan-bahan organik pada setiap tahapan budidaya, dan menjaga keselarasan /keharmonisan atau intra-relasi diantara komponen ekosistem (manusia,hewan,tanaman, dan sumber daya alam) secara bersinambungan dan lestari.

            



CIRI-CIRI PERTANIAN ORGANIK
Dari uraian diatas, maka bisa kita simpulkan berbagai hal yang merupakan ciri – ciri dari pertanian organik. Antara lain :
1.      Menyuarakan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi berkesinambungan
2.Aspek alamiah dan kondisi lingkungan sekitar merupakan sumber penunjang produksi yang utama
3.Mengurangi penggunaan bahan penunjang dari luar 
4.Rotasi tanaman
5.
System budidaya secara tumpang sari atau polikultur
 6.Pengendalian OPT secara biologis
7.Varietas tanaman yang resisten
8. Pengendalian erosi
9.
Pengelolaan air 
10. Daur ulang nutrisi atau unsur hara dari dalam tanah.












D.  PUPUK ALAMI SEBAGAI PENGGANTI PUPUK BUATAN
Tejah diketahui kecepatan perombakan bahan –bahan organik di daerah tropis, berlansung lebih cepat daripada didaerah subtropis. Oleh karena itu, dikawasan tropis seringkali terjadi kekurangan bahan organik tanah, sedangkan didaerah subtropis terjadi peningkatan kandungan bahan organik tanah yang berasal dari sisa-sisa tanaman. Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi tidak memerlukan penambahan bahan organikdari luar.
Indonesia, yang merupakan negara tropis, menghadapi permasalahan kemunduran kandungan bahan organik ini sejak pertengahan dekade 1960-an. Kondisi ini makin diperburuk seiring dengan diterapkannya pertanian kimiawi sejak dicanangkanya Revolusi Hijau pada tahun 1970-an dan praktik pembukuanlahan dengan cara pembakaran seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini. Padahal, apabila kandungan bahan organik di dalam tanah tinggi, maka efisiensi penggunaan pupuk anorganik juga akan tinggi, sehingga pemakaian pupuk anorganik dapat dikurangi atau bahkan tidak ada sama sekali. Hal ini tentu saja berdampak pada berkurangnya biaya produksi tanpa mengurangi volume hasil, sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimiawi yang berlebihan.
Pemakaian pupuk organik hanya terbatas pada tanman sayuran, sedangka untuk tanaman pangan dan palawija pemakaian pupuk organik masih sangat terbatas. Bahkan pada tanaman perkebunan, pemakaian pupuk organik dapat dikatakan hampir tidak ada, kecuali pada stadium bibit. Oleh karena itu, pemakaian pupuk orgsnik perlu ditingkatkan dan mendapat prioritas tidak hanya untuk meningkatakan kesuburan tanah, tetapi juga untuk membantu menciptakan agroekosistem yang berkesinambungan dan aman bagi kesehatan manusia. Macam-macan pupuk organik yang dikenal adalah pupuk hijau, pupuk kandang kompos dan pupuk hayati.
1.      Pupuk Hijau
Yang dimaksud dengan pupuk hijau adalah tanaman-tanaman yang ditanam dengan tujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah karena tanaman tersebut bersimbiosis dengan mikroorganisme, seperti bakteri Rhizobium, yang memiliki kemampuan untuk mengikat nitrogen bebas (N2) dari udara. Pupuk  hijau pada umumnya digunakan pada pengusahaan tanama semusim, seperti sayuran, palawija, dan tanaman pangan. Tanaman pupuk hijau dapat ditanam setelah tanaman umum dipanen untuk meningkatkan kesuburan tanah pada musim  tanam berikutnya. Pada arel tanaman tahunan, penggunaan tanaman pupuk hijau adalah pada saat tanaman utama masih berumur muda dimana cahaya matahari masih dapat jatuh ke permukaan tanah di antara barisan tanaman. Jenis tanaman pupuk hijau pada umumnya dari kelompok tanaman legum (Fabaceae) separti Centrosema pubescens dan Calopogonium mucunoides.

                     

2.    Pupuk Kandang
Pupuk kandanag merupakan kotoran padat dan cair dari hewan ternak, baik ternak ruminansia, maupun ternak unggas. Sebenarnya, keunggulan pupuk kandang tidak terletak pada kandungan unsur hara karena sesungguhnya pupuk kandang memiliki kandungan hara yang rendah. Kelebihan pupuk kandang dapat meningkatkan humus, memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kahidupan mikroorganisme pengurai.
Sebelum digunakan, pupuk kandang hendaknya “dimasak” terlebih dahulu, yaitu dibiarkan dihamparan sampai amoniaknya hilang dan memiliki kadar air yang memadai ( tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah). Karena umumnya pupuk kandang bereaksi masam maka dapat dicampur dengan dolomit (kapur) sesuai kebutuhan untuk menetralkan pH.
                       


3.    Kompos
Kompos adalah bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman, hewan, dan ilain-lain yang diperlakukan sedemikian rupa sehingga terurai menjadi bahan dengan rasio C : N kurang dari1,5 sehingga dapat digunakan untuk memupuk tanaman. Struktur bahan kompos hendaknya tidak terlalu kasar, sebaiknya bahan-bahan seperti jerami, sisa-sisa pangkasan dan pupuk hijau dipotong-potong agar berukuran lebih kecil.

            

4.    Pupuk Hayati
Pupuk hayati atau biofertilizer adalah semua bentuk bahan organik yang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman sebagai akibat dari aktivitas mikroorganisme didalamnya. Pupuk hayati mengandung mikroorganisme hidup (Laten) penambat N2, pelerut fospat, selulotik, dan sebagainya yang diberikan pada benih, tanah atau areal pengomposan untuk meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme.

                




E.   PROSPEK PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA
Penerapan sistem pertanian organik pada umumnya masih terbatas pada produk sayur-sayuran. Hal ini disebabkan siklus hidup tanaman sayuran yang relatif singkat sehingga aplikasi pertanian organik lebih nyata  hasilnya dibandingkan dengan tanaman lain, khusunya tanaman tahunan.
Indonesia beriklim tropis dengan topografi yang beragam, mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, memungkinkan budidaya beragan sayur-sayuran, seperti sayuran daun, batang, buah, dan umbi. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian organik di Indonesia memiliki prospek yang baik karena peluang aplikasi yang cukup besar. Selain itu, kesadaran masyarakat akan lingkungan yang bersih dan aman serta pemahaman akan hidup sehat yang makin meningkat merupakan dasar yang baik bagi pengembangan produk yang aman dan sehat untuk dikonsumsi. Secara morfologi, sayuran organik memiliki penampilan yang lebih alami dengan rasa yang lebih enak, renyah, halus dan kurang berserat.

F.    KENDALA SISTEM PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA
Meskipun berbagai sistem pertanian organik telah banyak ditemukan dan dikembangkan, tetap saja dalam penerapannya di Indonesia menghadapi hambatan. Sebagai konsekuensinya, tingkat keberhasilan sistem pertanian organik masih belum mampu mangimbangi tingkat kemunduran lahan itu sendiri. Beberapa kendala yang teridentifikasi adalah:
1.             Keadaan lahan yang kurang mendukung karena:
Ø  Kondisi tanah berupa lahan kering yang lebih mudah terdegradasi dibandingkan lahan basah;
Ø  Permukaan lahan yang bergelombang atau berupa lerengan dengan curah hujan yang tinggi yang menyebabkan tingginya tingkat erodibilitas;
Ø  Suhu daerah tropis yang tinggi menyebabkan cepatnya proses dekomposisi bahan organik di dalam tanah.
2.             Kondisi sosial ekonomi petani yang masih sangat terbatas yang dicirikan oleh:
Ø  Tingkat pendidikan umumnya mash rendah;
Ø  Luas kepemilikan lahan yang relatif sempit;
Ø  Rendahnya tingkat pendapatan sehingga mempersulit inovasi teknologi baru.
3.             Potensi sumber daya fosil yang besar yang memacu berdirinya pabrik-pabrik pupuk dan pestisida anorganik.
4.             Kebijakan pemerintah yang mendahulukan peningkatan produksi melalui intensifikasi dengan mengabaikan dampaknya terhadap kesuburan lahan untuk jangka panjang.
Kesadaran masyarakat atas kekeliruan dalam penerapan kebijakan Revolusi Hijau untuk jangka panjang memang telah memicu bagi lahirnya berbagai alternatifbercorak tanam yang dinilai menguntungkan dari segala aspek. Meskipun demikian, pertanian organik yang dikumandangkan sejak sepuluh tahun terakhir masih diharapkan kepada berbagai kendala, terutama bagi kawasan beriklim tropis seperti Indonesia. Hakikat dari pertanian organik sebenarnya telah diterapkan sejak pertama kali manusia mengenal pertanian (mulai menetap), di manan masyarakat petani sama sekali belum  mengenal berbagai bahan kimia untuk meningkatkan produksi pertanian. Kini, disaat kesadaran akan kekeliruan itu timbul, masyarakat kembali menggali potensi pertanian organik  yang selama ini terabaikan. Oleh karena itu, sesungguhnya pertanian organik bukanlah sesuatu yang baru, namun kondisi sosial ekonomi petani, perkembangan teknologi, dan keadan agroekoteknologi yang ada hari ini menyebabkan kita harus senantiasa mencari inovasi-inovasi baru, sehingga pertanian organik muncul sebagai suatu “paradigma baru” dalam berusaha tani.
















G.  Pertanian Organik Modern
Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.
Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.
Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:
a)     Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri
            Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
b)    Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri
 sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.
Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan. Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang
diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.















DAFTAR PUSTAKA
Zulkarnain. 2010. Dasar – Dasar Hortikultural: Pertanian Organik. Jakarta : Bumi Aksara
Manuwoto. 2009. Sistem Pertanian di Indonesia. Http://makhey.blogspot.com/2009/09/sistem-pertanian-di-indonesia
Sugito, Y., Y. Nuraini dan E. Nihayati. 1993. Sistem Pertanian Organik . FakultasPertanian Universitas Brawijaya. Malang